Masalahnya dari kebutuhan dana itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya bisa memenuhi 42 persen. Sedangkan sisanya, sambung Luky, dapat dipenuhi dari pembiayaan BUMN dan sektor swasta.
“Maka dari itu, pembiayaan adalah salah satu cara menekan kebutuhan biaya tersebut. Bagaimana kami bisa mendesain pembiayaan sedemikian rupa,” ujarnya dalam Seminar Infrastructure Roundtable (IIR) ke-23 Edisi T20, dilansir Antara, Jumat (8/7).
Saat ini, pemerintah terus mengundang pembiayaan dari sektor swasta. Hal itu sejalan dengan pembahasan dalam Presidensi G20 di Indonesia, yakni meningkatkan partisipasi sektor swasta.
Sebab, Luky menuturkan pemerintah tidak akan bisa menanggung seluruh biaya pembangunan infrastruktur sendiri.
Pun demikian, ia menegaskan perlu ada kepastian dalam proyek yang diinvestasikan, mengingat investasi proyek infrastruktur merupakan investasi jangka panjang.
Luki mengklaim terus berusaha memberi kepastian dengan mengelola risiko agar investor, terutama di dalam negeri, berminat menanamkan modal mereka pada proyek infrastruktur.
“Kami mendesain sedemikian rupa risiko ini. Bagaimana bisa kami perkecil, karena itu terasosiasi dengan harga yang harus kami bayar nantinya,” terang dia.
Sementara, untuk investor luar negeri, lanjut dia, calon investor cenderung melihat kondisi politik hingga prospek ekonomi Indonesia sebelum memutuskan berinvestasi dalam suatu proyek infrastruktur.
Karenanya, stabilitas politik dan perbaikan ekonomi domestik, ia menambahkan merupakan hal penting untuk menarik investasi dari luar negeri.
[Gambas:Video CNN]
(bir/agt)
[Gambas:Video CNN]