Cerpen Karangan: Hardianti Kahar
Kategori: Cerpen Covid 19 (Corona)
Lolos moderasi pada: 11 July 2021
Aku sedang mengadahkan pesta ulang-tahun di salah satu kafe dan mengudang tiga puluh lima orang. Lalu aku memutar musik edm. Kemudian seseorang meneleponku.
“Papa belum bisa pulang ke Indonesia, karena wabah covid 19.” ucap Herman.
“Ya udah gak papa kok Pa,” Padahal hari ini aku berulang tahun ke tujuh-belas dan aku ingin Papa berada di sini. Sudahlah aku ikhlas. Pesta sudah sesuai dengan prokes yang ada. Namun salah satu anak cowok bernama Boy tidak memakai masker. Akhirnya aku menegurnya.
“LO PAKE YANG BENER! GAK KASIAN SAMA TAMU YANG LAIN.” ujar aku marah besar. Ini pesta aku yang buat kenapa pada ngeyel kalau di kasih tau?
Sampai suatu hari…
Aku mendengar kabar jika beberapa teman smaku terkena virus covid 19. Aku juga diperiksa
oleh pihak rumah sakit. Perlahan airmataku jatuh menetes, kenapa aku harus merasakan ini semua? Aku juga harus isolasi mandiri. Akhirnya aku pun dirujuk di rumah sakit swasta di kota Jakarta. Tanpa seorang Papa karena Mama telah tiada. Aku terus menangis di ruang perawatan.
“Suster, itu apa?”
“Ini obat yang nanti kamu minum? Tolong jangan stress ya semoga kamu bisa cepat sembuh.”
Suster Aulia begitu ramah dan baik padaku.
Lalu di tengah wabah kain keras, berita datang bahwa akan ada ppkm. Aku belum juga dinyatakan negatif. Aku menerima telepon dari Papa tangisku kian pecah. “Assalamualaikum… kamu kenapa Nak? Maaf Papa baru bisa telpon soalnya sibuk meeting.
“Aku terkena covid 19 Pa, dan aku harus isolasi mandiri.” Jawab Kiara menangis sedih.
Papa yang bekerja sebagai pengusaha. Sedang merencanakan untuk melebarkan bisnis ke Hongkong. Namun disayangkan Papa harus lockdown di negeri orang. “Harusnya Papa bisa mendampingimu Nak, maafkan Papa ya nanti Papa telpon lagi oke see you.” Sudah lebih tiga minggu suhu tubuhku mulai membaik. Namun berita di tv selalu mengejutkan aku.
Aku harus sembuh detik ini juga. Boy bahkan yang lain sudah membaik dan pulih. Ketika semua temanku kembali pulang ke rumah dinyatakan negatif. Aku masih harus diisolasi mandiri. Makanya aku terus berdoa tanpa berputus asa. Boy meneleponku dengan nada menyesal.
“Gue akan rajin pakai masker, karena covid itu nggak enak, selama isolasi mandiri gue ngerasa kesepian berpisah dari jauh dari orangtua.” Cerita Boy membuatku terharu.
Video call dari Herman berulang kali namun aku tidak menjawab akibat asyik menelepon dengan Boy. Perlahan saat hendak ke kamar mandi ada tangisan di ruang sebelah Husni dinyatakan berpulang. Penyakit yang sama seperti aku derita. Semakin hari aku makin stress, frustasi akibat covid 19 yang aku derita. Bahkan sahabatku tidak bisa menjenguk.
Aku sedih dan merasa kehilangan mereka. Hingga akhirnya aku mengetahui jika aku dinyatakan negatif oleh Dokter yang merawatku. Sesampainya di rumah aku bersiap untuk mandi. Dan tidak kemana-mana? Ini menjadi pelajaran untuk menjaga kesehatan, tidak perlu berkerumun atau berpergian jika tidak perlu. Suara dari Bi Irah pembantu menyapa sekaligus memberikan selamat.
“Selamat non teh bisa sembuh dari covid 19!”
Nayya dan juga temanku mengajak aku untuk nongkrong di salah satu kafe. Namun aku menolak tegas permintaan mereka karena aku takut tertular untuk kedua kalinya. Di rumah aku sibuk melakukan kegiatan bersih-bersih menyiram tanaman. Daripada harus keluar rumah.
Ponselku berdering. “Assalamulaikum, ini gue Innayah gue terkena corona dan gue pergi di rumah sakit, gue panik soalnya Rima sama Adeeva juga nongkrong bareng gue.” Kisah dari ketiganya bisa menjadi tolak ukur untuk semua orang, bahwa virus masih ada dan kita sebagai umat manusia diwajibkan berhati-hati karena bisa saja mengintai kerabat, atau teman dan saudara anda.
Aku menyuruh Bi Irah untuk membeli persiapan makanan untuk sosial distancing keluar ke pasar terdekat. Bi Irah memakai dua masker kain yang didobel. Kemudian aku menonton film di rumah supaya imunku selalu membaik. Herman terus menghubungi dan belum bisa kembali ke tanah air.
Lalu Boy sering melakukan olahraga ringan di samping rumah, sembari berjemur dimatahari. Nayya dan Adeeva dinyatakan sembuh setelah Dokter memberitahu hasil tes. Di dekat kompleks perumahanku diadakan vaksin massal gratis kami segera mendaftar. Ada banyak orang melakukan vaksin. Kemudian disuntik cairan obat. Aku sempat merasa takut jika aku bisa sakit kembali, namun Allah selalu melindungi hambanya yang tulus dalam berdoa.
“Tolong!” Teriak salah satu orang divaksin. Mereka ketakutan akan jarum suntik. Aku meringis perih, bayangkan saat giliranku tiba aku malah berteriak dan lari.
“Sekarang giliran kamu Nak!” ucap salah satu petugas.
Tegang seluruh badanku bereaksi melantutkan ayat suci Allah. Aku berhasil melakukan vaksinasi dan keluar dari barisan orang. Aku mendengar jika Nayya dan Adeeva sudah selesai, kemudian memilih di rumah saja tanpa ke mana-mana? Satu hal aku rasakan ketika habis vaksin. Tubuh aku terasa lemas, malas bergerak, rasa kantuk menghampiriku. Perutku jadi lapar. Aku mengambil makanan di kulkas kemudian menghabiskannya.
“Nyam… nyam…” Setelah makan aku pun tertidur lelap. Hiduplah dengan kesadaran tinggi maka kamu akan menuai akibatnya. Corona mengajarkan kita untuk bersabar, dan pentignya menjaga kesehatan tubuh, agar selalu sehat terhindar dari penyakit.
Selesai
Cerpen Karangan: Titin Kahar
Umur: 26 Tahun
Akun wattpad: @titinstory akun lama tidak bisa login @titinghey
Akun Noveltoon: Titin Kahar
Cerpen Pesta Berujung Penyakit merupakan cerita pendek karangan Hardianti Kahar, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
“Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!”
” Baca Juga Cerpen Lainnya! “
Bapak positif corona. Satu kenyataan yang cukup memberikan pengaruh besar dalam hidupku. Lebih tepatnya, setelah 20 tahun lamanya aku menghirup udara di bumi pertiwi. Bukan. Aku tidak ingin membahas
Tanggal 03 Juli 2022, Jam menunjukkan pukul 6.30 pagi. Waktunya bangun dan bersiap ke kantor. Pagi itu, seperti biasa hari terasa begitu dingin. Kusibakkan tirai disamping tempat tidurku. Diluar
Hara berjalan ke tempatnya berkumpul dengan para sahabat rencana untuk bertemu sudah tidak terbendung. Selama belajar daring mana sempat Hara keluar rumah. Desakan rindu pada Putri, Nissa dan juga
Pras menghela nafasnya yang makin terasa pendek. Tangannya memegang sebatang rokok yang dari tadi cuma dia genggam. Matanya tertuju pada layar handphonenya. Dia sedang membaca satu pesan di grup
Hai, perkenalkan nama saya ida umurku 20 tahun dan aku masih duduk diperkuliahan dan aku punya teman bernama hesi, yuni dan rendi. Singkat perkenalan. Kami sedikit cerita tentang bagaimana
“Kalau iya… jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?”
Komunitas Penulis Cerpen Indonesia, Kumpulan Cerpen Karya Anak Bangsa