Fakta Gelap di Balik Gemerlapnya Dunia K-Pop yang Perlu Kita Tahu

Fakta Gelap di Balik Gemerlapnya Dunia K-Pop yang Perlu Kita Tahu


k%2Bpop%2B7

Naviri Magazine – Banyak orang, khususnya anak muda dan remaja, yang ingin menjadi artis, selebritas, atau apa pun sebutannya. Mereka ingin terkenal, glamor, tampil di panggung, muncul di televisi, dipuja banyak orang, dan semacamnya. 

Read More

Keinginan atau kecenderungan semacam itu lumrah pada remaja, dan tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain, termasuk di Korea Selatan.

Di Korea Selatan, ada banyak remaja yang sangat ingin menjadi bintang, hingga terkenal di seluruh dunia, atau setidaknya terkenal di negaranya. Dalam hal itu, para remaja di sana pun mengikuti audisi-audisi, dengan harapan bisa menjadi bintang baru. Kenyataannya, Korea Selatan memang terus memproduksi group-group baru, idol-idol baru, bintang-bintang baru.

Yang kadang tidak diketahui kebanyakan orang, proses menjadi bintang—khususnya di Korea Selatan—tidak bisa dibilang mudah. Sebaliknya, itu proses yang luar biasa berat. Sebegitu berat, hingga ada yang mengalami depresi dan sampai bunuh diri. 

Vokalis utama boyband SHInee, Jonghyun, misalnya, ditemukan tewas di apartemennya setelah menghirup karbon monoksida dari briket batu bara yang ia nyalakan. Persaingan ketat di jagat hiburan Korea diduga menjadi salah satu faktor para bintang ini mengakhiri hidupnya.

Meski belum diketahui persis apa penyebab kematian Jonghyun, kakak perempuannya menduga Jonghyun depresi. Ia menarik kesimpulan itu berdasarkan pesan singkat yang dikirimkan sang adik.

“Semuanya terasa sangat berat hingga saat ini. Relakan aku pergi. Katakan kepada semua orang aku telah berusaha. Ini adalah salam terakhirku,” begitu bunyi pesan tersebut.

Sebelum Jonghyun, tahun lalu seorang trainee DSP Media juga dikabarkan bunuh diri akibat depresi. Ahn Sojin ditemukan tewas setelah jatuh dari lantai 10 apartemennya di kawasan Daejeon, Korea Selatan, pada Februari 2015. 

Sojin tercatat sebagai salah satu trainee yang mengikuti “KARA Project”, acara yang dibuat DSP Media sebagai pra-debut girlband tersebut di bulan April 2015. Sayangnya, setelah mengikuti lima tahun masa pelatihan, kontrak Sojin malah diputus tiga bulan sebelum debut. Pengumuman DSP Media menyatakan Sojin tidak masuk sebagai trainee yang lolos. 

Persaingan ketat di dunia hiburan Korea ternyata sudah terjadi sejak lama. Kondisi ini membuat para bintang harus melakukan beragam cara mempertahankan karier. Pada 2005, seorang aktris berbakat, Lee Eun Joo, sampai harus beradegan bugil saat tampil dalam The Scarlett Letter. Beberapa lama setelah melakukan adegan itu, Eun Joo mengalami insomnia, dan mengakhiri hidupnya.

Pengalaman buruk yang dialami oleh Ja Yeon pernah hampir menimpa Shin Jisoo, anggota girl group Tahiti. Pada Januari 2016, ia mengungkapkan sebuah agensi berkali-kali menawarinya uang hingga $3.200 untuk sebuah layanan seks. Namun, ia menolak. Selain Jisoo, beberapa selebriti seperti Ivy dan Chung So-ra juga mengaku pernah mengalami hal serupa. 

Penampilan adalah yang Utama

Industri hiburan Korea merupakan salah satu industri hiburan yang memiliki level tekanan tinggi di dunia. Untuk bisa menjadi terkenal, selain bakat, para bintang Korea harus pula berpenampilan menarik.

Seorang mantan trainee SM Entertainment untuk girl group Girls’ Generation, Kim Stella, mengaku mengalami masa sulit saat menjalani sesi latihan. Setiap minggu, para trainee wajib melalui “profile filming”. Agensi meminta mereka berdiri dengan berbagai angle untuk difoto.

Lalu, para trainee akan dikoreksi posisi mana yang membuat mereka terlihat aneh atau gendut. Pihak agensi juga menyuruh trainee yang dianggap gemuk berbaris. Mereka juga menyebutkan berat badan para trainee tersebut di hadapan trainee lainnya. Akibat tekanan semasa pelatihan, Stella menderita bulimia dan krisis kepercayaan diri selama bertahun-tahun.

“Jika dalam seminggu berat badanmu tidak menurun, mereka akan mencemooh habis-habisan,” kata Stella.

Satu lagi kejadian yang menegaskan bahwa industri hiburan di Korea amat mementingkan penampilan fisik. Terdapat sebuah kompetisi menyanyi di Korea bernama “King of Mask”. Acara tersebut mengharuskan pesertanya memakai topeng agar penonton dan panelis hanya mendengar suaranya saja, dan dapat menilai mereka secara obyektif.

Park Jihyo, anggota group vokal TWICE, sempat menjajal kompetisi ini. Sebelum membuka topeng, panelis justru mengomentari bentuk tubuh Jihyo yang dianggap seperti ibu-ibu beranak satu. Mereka juga mengatakan Jihyo mengalami turtle neck syndrome, istilah di Korea yang merujuk kondisi kepala yang maju seperti kura-kura.

Setelah melewati masa “koreksi bakat dan penampilan”, para idola ini tak langsung merasakan enaknya menjadi bintang. Di balik kisah sukses mereka, terselip perbudakan. Agensi membuat kontrak panjang, tapi sedikit bayaran bagi talentanya.

Kasus pada boyband Dong Bang Shin Ki (DBSK), misalnya. Tiga personelnya menggugat pihak manajemen karena masalah pembayaran yang tak adil. Mereka dikontrak selama 13 tahun, namun hampir tidak ada keuntungan yang dapat diambil oleh ketiganya.

Contoh lainnya adalah yang terjadi pada girl group Rainbow, yang dikontrak selama tujuh tahun oleh DSP Media. Orangtua para anggotanya mengaku sedih dan prihatin. Meski telah bekerja berjam-jam selama dua tahun, anak-anak mereka tak mendapat bayaran sepadan. 

Di sisi lain, pihak DSP mengatakan telah membagi keuntungan dengan para anggota disesuaikan dengan beragam pengeluaran, misalnya biaya untuk tim manajer, koreografer, dan penata busana. Serta potongan uang “balik modal” akomodasi, dan biaya hidup, serta tahun-tahun yang dihabiskan untuk pelatihan oleh agensi.

Namun, meski berat dan menyiksa, gemerlap panggung hiburan Korea ternyata tak menyurutkan minat anak mudanya untuk menjadi bintang. Survei menunjukkan bahwa 21 persen remaja di Korea bercita-cita menjadi bintang K-pop saat dewasa. Mereka seolah dibutakan oleh kepalsuan dunia hiburan yang dipertontonkan layar kaca. 

Bahkan, Sowon, salah satu anggota girl group GFriend, merasa sangat bahagia karena bisa lolos debut. Meski hal itu harus dibayar mahal dengan rasa lelah dan keterbatasan bertemu keluarga atau bergaul dengan teman-temannya.

“Saya hanya ingin bernyanyi. Saya berharap bisa tampil di mana pun dan kapan pun, meski saya tidak tidur atau kelelahan,” ujarnya kepada NBC.



Source link : Naviri.org

Majalah online. Menyajikan berita dan artikel seputar pengetahuan umum, gaya hidup, entertainment, dan teknologi.