Hujan Kritik Moratorium Ekspor CPO: dari Indef sampai Rizal Ramli

Hujan Kritik Moratorium Ekspor CPO: dari Indef sampai Rizal Ramli


TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah dihujani kritik setelah menyetop sementara ekspor crude palm oil (CPO) dan minyak goreng. Kritik datang dari pelbagai pihak, mulai ekonom hingga pengusaha.

Read More

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Ahmad Heri Firdaus, ialah salah satunya. Dia mengatakan langkah ini akan berdampak besar bagi industri kelapa sawit karena pengusaha terancam digugat oleh mitra dagangnya di luar negeri.

“Perusahaan yang dirugikan kalau kontraknya jangka panjang,” ujar Heri saat dihubungi pada Sabtu, 23 April lalu.

Adapun kebijakan moratorium ekspor itu diumumkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada Jumat, 22 April 2022. Moratorium dilakukan setelah Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka–termasuk Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan–dalam kasus dugaan korupsi ekspor minyak kelapa sawit.

Berlangsung mulai 28 April 2022, pemerintah belum menentukan kapan ekspor komoditas tersebut akan kembali dibuka. Menjelang diterapkannya kebijakan itu, berikut berbagai kritik yang muncul.

1. Rizal Ramli
Ekonom senior Rizal Ramli kembali mengkritik keputusan Presiden Jokowi soal CPO. Menurutnya, langkah yang ditempuh Jokowi merupakan kebijakan asal populer.

“Inilah contoh kebijakan asal populer tapi ngasal (emoticon) Kebijakan yg dirumuskan tanpa data2 kwantitatif tanpa simulasi dampak. Sekali cetek tatap cetek (emoticon),” katanya.

2. Pengusaha ekspor
Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) menyayangkan kebijakan pemerintah yang memutuskan melarang ekspor minyak sawit dan minyak goreng. Ketua Umum DPP Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Khairul Mahalli mengatakan ekspor CPO saat ini sepenuhnya menjadi penambah bagi devisa negara.

Selain akan berdampak pada cadangan devisa, kebijakan tersebut ditengarai bakal merugikan nasib pelaku usaha. Sejauh ini, pengusaha sudah mempunyai kontrak dengan pembeli di luar negeri. Para pengusaha terancam mendapatkan penalti dan sanksi dari pembeli.

“Kajian pelarangan ekspor CPO tidak logis dan tidak melibatkan pelaku usaha. Apakah pemerintah mampu menanggung beban kerugian eksportir?” ujarnya.

Khairul, yang juga Ketua Umum Kadin Sumatera Utara, menuding melonjaknya harga minyak goreng adalah kesalahan fatal Kementerian Perdagangan. Para pemangku kepentingan di kementerian tersebut dianggap tidak mampu menjalankan tugasnya. Akibat kesalahan para pemangku kepentingan, kata dia, banyak pihak ikut dirugikan.

“Beri kesempatan bagi yang berkemauan dan berkemampuan membenahi Kementerian Perdagangan, dinas di provinsi, kabupaten, dan kota dengan kerangka waktu yang terukur,” katanya.





Source link