Liputanpers.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum lama ini meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 terkait kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Dengan keluarnya peraturan kebiri kimia, setiap predator seksual terhadap anak bisa dikebiri menggunakan zat kimia.
Selain tata cara pelaksanaan hukuman kebiri, aturan tersebut juga mengatur hal terkait pengumuman identitas pelaku dan pemasangan alat pendeteksi elektronik pada pelaku. Sebelumnya, hukuman kebiri sudah diterapkan di sejumlah negara. Di antaranya, Amerika Serikat, Polandia, Inggris dan Korea Selatan.
Kebiri kimia merupakan penggunaan obat-obatan anafrosidiak untuk menurunkan gairah seksual dan libido.
‘Sterilisasi’ akan dilakukan dalam jangka waktu dua tahun sesuai PP 70/2020. Obat-obatan inilah yang membedakan kebiri kimia dari kebiri bedah.
Kebiri bedah harus melibatkan pengangkatan alat kelamin dan sterilisasi permanen. Untuk mengebiri seseorang, pihak berwenang biasanya menggunakan obat Leuprorelin. Obat ini umumnya digunakan oleh seseorang yang sulit mengendalikan gairah seksual.
Selain itu, bisa juga menggunakan medroksiprogesteron asetat, siproteron asetat, serta LHRH untuk mengurangi testosteron dan estradiol.
Kebiri kimia memiliki efek samping berupa osteoporosis, penyakit kardiovaskular, depresi, anemia, ataupun hot flashes.
Hot flashes adalah perasaan panas tiba-tiba yang disebabkan oleh perubahan hormon. Umumnya terjadi pada wanita menopause.
Ada empat proses yang dijalani oleh pelaku kekerasan seksual, yakni penilaian klinis, kesimpulan, pelaksanaan kebiri kimia, dan rehabilitasi.
Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) No. 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku kekerasan Seksual Terhadap Anak
Ayooo Gerakan Hindari Kebiri Kimia dengan Cara Jangan Melakukan Sex Bebas!