Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan, modus tersebut sebagai upaya mengelabui aparat Bea Cukai, karena pihak eksportir diduga tidak memiliki kuota ekspor minyak goreng.
“Dugaan penyelundupan ini melalui pelabuhan Tanjung Priok. Sebanyak 23 kontainer telah lepas terkirim ke luar negeri dan hanya tersisa satu kontainer di pelabuhan Tanjung Priok,” kata Boyamin dalam keterangan tertulis pada Kamis, 16 Maret 2022.
Dia memaparkan bahwa eksportir ilegal memperoleh barang minyak goreng dengan cara membeli barang supply dalam negeri dari pedagang besar atau produsen yang semestinya dijual kepada masyarakat. Tetapi MAKI melihat itu justru dijual keluar negeri sehingga berpengaruh atas kelangkaan dan mahalnya minyak goreng dalam negeri.
Boyamin mengatakan, eksportir ilegal memperoleh minyak goreng dari pasar dalam negeri dengan harga murah. Kemudian dijual ke luar negeri dengan harga mahal sekitar tiga sampai empat kali lipat.
“Harga pasaran minyak goreng dalam negeri adalah Rp 120 ribu hingga Rp 150 ribu untuk kemasan lima liter, namun setelah dijual ke luar negeri harganya Rp 450 ribu hingga Rp 520 ribu untuk kemasan lima liter. Artinya eksportir ilegal memperoleh keuntungan sekitar tiga sampai empat kali lipat dari pembelian dalam negeri,” tutur Boyamin.
Dia memperkirakan keuntungan kotor eksportir ilegal per kontainer sekitar Rp 511 juta. Kalau dikurangi biaya pengurusan dokumen dan pengiriman barang sekitar 450 juta per kontainer tujuan Hong Kong. Maka dari 23 kontainer dikalikan Rp 450 juta hasilnya sekitar Rp 10,35 miliar.