Angka tersebut jauh di bawah laju pemulihan yang diproyeksikan pada Desember 2021 lalu, yang 4,5 persen.
Menurut organisasi itu, konflik antara Rusia-Ukraina dan gangguan rantai pasokan yang diperburuk oleh lockdown covid-19 di China, memberikan pukulan serius bagi pemulihan ekonomi.
“Pertumbuhan akan jauh lebih lemah dari yang diharapkan di hampir semua ekonomi. Banyak negara yang paling terpukul berada di Eropa, yang sangat rentan terhadap perang melalui impor energi,” tulis laporan OECD seperti dikutip dari laman resminya, Rabu (13/7).
Laporan itu juga mengatakan negara-negara di seluruh dunia tengah dilanda kenaikan harga komoditas yang tinggi. Imbas hal tersebut, inflasi pun meningkat.
“Perlambatan pertumbuhan ini adalah harga perang yang akan dibayar melalui pendapatan yang lebih rendah dan kesempatan kerja yang lebih sedikit,” tulis OECD.
Harga pangan dan energi yang tinggi serta masalah rantai pasok yang terus memburuk, menyiratkan lonjakan inflasi pun akan terus terjadi. Proyeksi baru OECD menunjukkan dampak besar perang terhadap inflasi telah mencapai level tertinggi dalam 40 tahun di Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat (AS).
OECD memprediksi tingginya inflasi masih akan berlanjut hingga tahun depan.
“Namun inflasi inti diproyeksikan tetap atau di atas sasaran bank sentral di banyak negara ekonomi utama pada akhir tahun,” sambung OECD.
Di sisi lain, krisis biaya hidup juga akan menyebabkan kesulitan dan risiko kelaparan global.
Rusia dan Ukraina adalah pemasok penting di banyak pasar komoditas. Bersama-sama mereka menyumbang sekitar 30 persen dari ekspor gandum global, 20 persen jagung, pupuk mineral, dan gas alam, dan 11 persen untuk minyak. Harga komoditas ini meningkat tajam setelah dimulainya perang.
Menurut OECD, jika hal tersebut tidak diantisipasi, akan ada risiko tinggi krisis pangan.
Gangguan pasokan pun meningkat, terutama mengancam negara-negara berpenghasilan rendah yang sangat bergantung pada Rusia dan Ukraina untuk bahan makanan pokok.
“Lonjakan harga komoditas dan kemungkinan gangguan produksi akan berdampak signifikan. Kenaikan tajam harga sudah merusak daya beli, yang akan memaksa rumah tangga berpenghasilan rendah di seluruh dunia untuk mengurangi barang-barang lain untuk membayar energi dasar dan kebutuhan pangan,” tulis OECD.
[Gambas:Video CNN]
(mrh/agt)